Monday, September 28, 2015

Ancaman PHK hantui industri tekstil dan alas kaki

Alih-alih menguat, industri sepatu & sandal mengalami penurunan menjelang Lebaran. Perihal ini mengejutkan para pemilik pabrik mengingat kontribusi penjualan sebelum Idul Fitri teramat krusial. 
Menurut Hariyanto, Ketua Umum Asosiasi tabita skin care Persepatuan Indonesia, penjualan product alas kaki kepada periode sebelum & selagi Ramadan sanggup menyumbangkan 40% sampai 50% penjualan setahun. 
“Namun th ini jumlah itu merosot sedemikian drastis. Yg paling tidak sedikit mengalami penurunan ialah product yg harganya berkisar Rp100.000-an. Merk-merk yg jual product tersebut pernah kaget sebab rata rata terhadap masa-masa seperti ini mereka menikmati hasil penjualan yg luar biasa,” kata Hariyanto pada jurnalis BBC Indonesia, Jerome Wirawan. 
Akibat penurunan penjualan, banyaknya pabrik mengurangi produksi. Imbasnya, para karyawan tak mampu mendulang pendapatan berlebih. 
“Biasanya mereka hingga lembur menjelang Lebaran,” kata Hariyanto. 

Karyawan yg paling merasakan efek tersebut yaitu mereka yg bekerja kepada bisnis mungil & menengah (UKM). 
Jumlah UKM yg bergerak di sektor produksi alas kaki, kata Hariyanto, gede tapi tak terdata. 
“Home industry rata rata miliki karyawan 20 orang. Nah, bayangkan apabila jumlah home industry ribuan. Demikian produksi mogok, usaha-usaha tersebut tak miliki pendapatan utk menggaji karyawan yg diupah per hri,” ujarnya. 
Merumahkan karyawan 
Tidak Cuma industri sepatu, industri yg terimbas perlambatan ekonomi merupakan industri tekstil. 
Sewaktu enam bln terakhir, sedikitnya 18 pabrik tekstil sudah mogok beroperasi & merumahkan karyawannya. 
Ade Sudradjat, selaku Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, mengemukakan benar-benar belum ada pemutusan kerja sama (PHK) besar-besaran. Tetapi, jam kerja karyawan sebanyak pabrik sekarang ini jadi lebih pendek lantaran product tak dapat dipasarkan. 
Penyebab mandeknya penjualan, kata Ade, disebabkan daya beli warga yg lemah & tingginya ongkos produksi. 

Adapun tingginya ongkos produksi terdiri dari sebanyak perihal, seperti kenaikan tarif listrik, asuransi, pula kewajiban pembisnis utk membayar dana pensiun & pesangon lewat BPJS (Tubuh Penyelenggara Jaminan Sosial). 
Penuturan Ade diamini Kepala Dinas Penyelidikan Ekonomi & Warga Kampus Indonesia, I Kadek Dian Sutrisna Artha. 
Jelasnya, PHK berlangsung selagi buruh meminta kenaikan pendapatan ditengah melemahnya nilai edit rp pada dolar Amerika Serikat. Bidang yg paling parah terkena pukulan ini adalah industri padat karya, semisal industri tekstil & industri alas kaki. 
Berdasarkan data kementerian Perindustrian, industri tekstil & product tekstil pula industri, alas kaki menyumbangkan devisa ekspor non migas senilai US$17,32 miliar kepada 2014. 
Adapun penyerapan tenaga kerja ke-2 industri tersebut mencapai 15,1% dari keseluruhan tenaga kerja industri manufaktur.

No comments:

Post a Comment